Pengertian Kolaboratif
Dalam KBBI Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerjasama
Sedangkan secara teori kolaborasi merupakan suatu proses partisipasi beberapa orang atau kelompok organisasi untuk bekerjasama mencapai hasil tertentu (kusnandar:2013)
Kolaborasi di wujudkan dalam kerjasama antar individu, untuk tujuan yang sama dan bermaksud mencapai efisiensi dan efektifitas. Banyak organisasi memanfaatkan kolaborasi untuk meningkatkan kerjasama dan mengurangi jumlah ruang, waktu, orang, sumber daya, dan biaya.
Syarat utama dalam kolaborasi yakni adanya kesadaran bahwa setiap orang merupakan entitas yang bekerja bersama untuk satu tujuan organisasi. Di sini, setiap individu yang terlibat dalam kolaborasi harus memiliki motivasi diri yang kuat, dan mendorong diri masing-masing untuk terlibat dalam ritme kerja kolaboratif, serta selalu proaktif dalam konsensus pemecahan masalah.
Dinamika Keamanan Pemilu 2019
Polarisasi kelompok masyarakat semenjak Pilkada DKI Jakarta dengan kemenangan Anis-Sandi sampai saat ini masih sangat terasa di masyarakat, tidak hanya di Jakarta tapi sampai ke daerah pelosok nusantara.
Selain itu residu kontestasi Pilpres 2014 juga masih menyisakan isu PKI, Aseng dan asing yang digoreng beberapa pihak dirasakan sangat mengganggu situasi Kamtibmas dalam negeri.
Polri sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam urusan keamanan dalam negeri dengan segenap sumberdaya telah melakukan upaya preventif, preemtif dan represif sesuai dengan dinamika yang berkembang.
Selain melakukan kerja Kolaboratif di fungsi-fungsi internal Polri, institusi juga secara aktif melakukan kerja kolaboratif dengan stakeholder lain dari eksternal Polri dalam sentra Gakkumdu antara Polri, Bawaslu dan Kejaksaan sebagai pengemban amanat UU No 7 tahun 2017 tentang Gakkumdu Pemilu pasal 486.
Selain melakukan kerja Kolaboratif di fungsi-fungsi internal Polri, institusi juga secara aktif melakukan kerja kolaboratif dengan stakeholder lain dari eksternal Polri dalam sentra Gakkumdu antara Polri, Bawaslu dan Kejaksaan sebagai pengemban amanat UU No 7 tahun 2017 tentang Gakkumdu Pemilu pasal 486.
8 Potensi Kerawanan Pemilu 2019
Secara umum terdeteksi 8 kerawanan pada Pemilu 2019, yang berpotensi pada tindak pidana Pemilu dan gangguan Kamtibmas, yakni:1. Integritas dan Profesionalitas penyelenggaraan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian integritas adalah mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Sedangkan menurut Ippho Santoso, integritas ialah menyatunya perkataan, pikiran, serta perbuatan agar dapat melahirkan kepercayaan.
Jika penyelenggara pemilu tidak mampu berperan mewujudkan pemilu yang berintegritas sebagai bentuk profesionalisme kerja mereka tentu mempunyai konsekuensi masalah serius pada tahap penyelenggaraannya antara lain tidak netral penyelenggaraan, penyalahgunaan wewenang dan kualitas penyusunan DPT yang bermasalah.
Tentu konsekuensi pidana Pemilu sebagaimana tercantum UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dalam ketentuan pidana pasal 488 sampai dengan 494.
2. Kontestasi
Kontestasi merupakan pertarungan berbagai macam kelompok, masing-masing memperjuangkan ideologi, nilai, solusi, dan lain sebagainya. Wacana, atau diskursus akan selalu dibuka, bermunculan pula berbagai perbandingan yang mengundang debat, maupun konflik.
Menurut Fahrizal (2007), kontestasi politik sebagai bentuk, ranah kontestasi wacana.
Sedangkan Syakir dan Fadmi Ridwan menilai kontestasi dari sudut pandang interaksi kepentingan aktor yang terlibat.
Kontestasi politik 2019 mengandung kerawanan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan poltik dan tidak stabilnya Kamtibmas nasional. potensi kerawanan tersebut antara lain dukungan ganda partai pengusung terhadap calon berbeda, adanya proses diskualifikasi bakal calon oleh KPU karena tidak memenuhi syarat, dan kewenangan Petahana yang menekan sistem birokrasi jajaran sebagai bagian politik kekuasaan.
3. Partisipasi
Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif (Huntington,dkk, 1994:4).
Tingkat partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya sangat dipengaruhi oleh adminsitrasi kependudukan, ancaman terhadap partisipasi pemilih dan kondisi geografis
4. Netralitas ASN
Dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara disebutkan bahwa netralitas itu
4. Netralitas ASN
Dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara disebutkan bahwa netralitas itu
- Tidak menjadi anggota dan atau pengurus Partai Politik
- Tidak memihak dan menunjukkan dukungan terhadap Partai Politik secara terbuka di depan publik
- Tidak melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan oleh partai politik
- Tidak menggunakan fasilitas negara dan kewenangan yang diperoleh dari jabatan untuk kepentingan partai politik
- Memberikan pelayanan yang sama & tidak diskriminatif terhadap semua golongan di masyarakat
bahkan pada tahun 2018, penegasan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam menghadapi pemilihan kepada daerah tahun ini semakin ketat.
Ada 13 larangan yang harus dipatuhi ASN untuk menjaga netralitasnya, salah satunya Unggahan-unggahan konten yang menyangkut pilkada seperti foto, memberi komentar, bahkan menyukai unggahan berbau pilkada pun bakal menjadi sasaran sanksi untuk ASN.
Potensi kerawanan yang harus diwaspadai adalah ikut serta ASN dalam Politik praktis, penggunaan fasilitas negara untuk kegiatan kampanye dan upaya pemenangan calon tertentu, serta penggunaan instrumen struktur birokrasi untuk memperoleh dukungan massa pemilih.
5. Politik Uang
Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan.Potensi kerawanan yang harus diwaspadai adalah ikut serta ASN dalam Politik praktis, penggunaan fasilitas negara untuk kegiatan kampanye dan upaya pemenangan calon tertentu, serta penggunaan instrumen struktur birokrasi untuk memperoleh dukungan massa pemilih.
5. Politik Uang
Peneliti Founding Father House (FHH) Dian Permata mengatakan, politik uang masih menjadi masalah dalam pelaksanaan pilkada. Hal itu terlihat dari survei yang dilakukan FFH saat tahapan pilkada serentak 2017 berlangsung. FFH melakukan riset mengenai politik uang di Kabupaten Brebes dengan melibatkan 400 responden. Riset itu berlangsung pada 15 November 2016 hingga 23 Desember 2016.
"Persepsi publik tehadap politik uang atau barang dalam kontestasi pemilu sangat permisif," kata Dian di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Senin (6/2/2017).
Dian menyebutkan, 71 persen masyarakat menerima uang atau barang yang diberikan dari calon kepala daerah, tim sukses atau relawan. Sementara, 29 masyarakat memilih untuk menolak. Dari 71 persen itu, 80 persen masyarakat memilih untuk diberikan uang ketimbang barang seperti kebutuhan bahan pokok.
Modus kegiatan politik uang ini antara lain dengan membagi uang kepada masyarakat, membagi Sembako dan pembangunan Fasum/tempat Ibadah yang disertai dengan janji/komitmen dukungan dari pihak penerima kepada pemberi.
6. Gangguan Kamtibmas
Pengertian Kamtibmas menurut Pasal 1 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengertian Kamtibmas adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat."Persepsi publik tehadap politik uang atau barang dalam kontestasi pemilu sangat permisif," kata Dian di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Senin (6/2/2017).
Dian menyebutkan, 71 persen masyarakat menerima uang atau barang yang diberikan dari calon kepala daerah, tim sukses atau relawan. Sementara, 29 masyarakat memilih untuk menolak. Dari 71 persen itu, 80 persen masyarakat memilih untuk diberikan uang ketimbang barang seperti kebutuhan bahan pokok.
Modus kegiatan politik uang ini antara lain dengan membagi uang kepada masyarakat, membagi Sembako dan pembangunan Fasum/tempat Ibadah yang disertai dengan janji/komitmen dukungan dari pihak penerima kepada pemberi.
6. Gangguan Kamtibmas
Polri berfungsi menjalankan tugas pokok sebagai penjaga ketertiban umum dan penegakan hukum dalam seluruh proses Pemilu yang bertanggung jawab terhadap keamanan dalam negeri secara umum dan penyelenggaraan pemilu khususnya dengan memberikan 4 aspek:
- Security yaitu perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis selama kegiatan Pemilu berlangsung;
- Surety yaitu perasaan bebas khawatir masyarakat, penyelenggara dan kontestan Pemilu;
- Safety yaitu perasaan terlindung dari segala bahaya yang dapat mengancam dan;
- Peace yaitu perasaan damai lahiriah dan batiniah yang ditandai dengan aktifitas masyarakat bekerja dan roda ekonomi berjalan dengan baik.
Dengan fungsi, tugas, dan obyek tindakan polisi seperti itu, keputusan dalam mengambil tindakan atas terjadinya pelanggaran hukum atau keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melekat pada setiap diri anggota Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 2 tahun 2002.
Atau, dengan kata lain, setiap anggota polisi secara prinsip dapat mengambil tindakan ketika terjadi pelanggaran hukum/kamtibmas tanpa menunggu perintah dari atasan dengan kewenangan menggunakan alat kekuatan untuk menghadapi potensi ancaman, intimidasi dan kekerasan yang kerap muncul dalam kegiatan Pemilu maupun Pemilukada.
7. Politik Identitas
Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas berpusat pada politisasi identitas bersama atau perasaan 'kekitaan' yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok dengan menggunakan isu SARA.
Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. Puritanisme atau ajaran kemurnian atau ortodoksi juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas
8. Media Sosial
Media sosial atau jejaring sosial atau media daring merupakan sebuah platform teknologi yang memungkinkan dibuat konten interaktif yang memadukan kolaborasi dan pertukaran informasi antara para penggunanya dengan basis internet.
Belajar dari perhelatan Pemilukada DKI Jakarta 2016 penggunaan berita hoax, kampanye hitam dan perundungan menjadi masalah serius yang memicu gangguan Kamtibmas dan berimplikasi pada polarisasi masyarakat.
Ketegasan Polri dalam penindakan penyalahgunaan media sosial pada kasus Saracen yang memproduksi konten hoax, fake news dan kampanye hitam yang mampu mengaduk emosi masyarakat, berkontribusi positif terhadap menurunya eskalasi ketegangan di masyarakat dan Kamtibmas berangsur kondusif. (gaty-dtt)